KOTA BUKITTINGGI http://rofara.blogspot.com/2011/01/kota-bukittinggi.html
Kota Bukittinggi
Peta lokasi Kota Bukittinggi
Koordinat : 100,210° - 100,25° BT
00,160° - 100,25° LS
Koordinat : 100,210° - 100,25° BT
00,160° - 100,25° LS
Motto: Saayun Salangkah'
Luas : 25,24 km²
Penduduk
· Jumlah : 100.254 (2004)]
· Kepadatan : 3.970 jiwa/km²
Pembagian administrative :
· Kecamatan : 3
Geografi
Secara geografis Bukittinggi terletak antara 100,210 – 100,250 derajat bujur timur dan antara 00.760 – 00,190 derajat lintang selatan dengan ketinggian 909 – 941 meter diatas permukaan laut, berudara sejuk dengan suhu berkisar antara min 16,10 – 24,90 max
Kota Bukittinggi adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota
ini memiliki luas wilayah 25,24 km² dan berpenduduk sebanyak kurang
lebih 100.000 jiwa. Letaknya sekitar 2 jam perjalanan lewat darat (90
km) dari ibukota provinsi Padang. Bukittinggi dikelilingi tiga gunung berapi yaitu Gunung Singgalang, Gunung Marapi dan Gunung Sago.
Kota yang merupakan kota kelahiran Bung Hatta, adalah sebuah kota budaya di Sumatera Barat dan terkenal dengan Jam Gadang yang merupakan simbol kota Bukittinggi.
Selain memiliki potensi objek wisata, kota
berhawa sejuk ini merupakan salah satu daerah tujuan utama dalam bidang
perdagangan di pulau Sumatera. Bukittinggi telah lama dikenal sebagai
pusat penjualan konveksi yang tepatnya berada di Pasar aur kuning.
Sejarah
Semasa pemerintahan Belanda,
Bukittinggi selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan, dari apa
yang dinamakan Gemetelyk Resort berdasarkan Stbl tahun 1828. Belanda
telah mendirikan kubu pertahanannya pada tahun 1825, yang sampai
sekarang kubu pertahanan tersebut masih ada dam dikenal sebagai Benteng Fort De Kock. Kota ini telah digunakan juga oleh Belanda sebagai tempat peristirahatan opsir-opsir yang berada di wilayah jajahannya.[1]
Pada masa pemerintahan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintah militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand,
karena disini berkedudukan komandan Militer ke 25. Pada masa ini
Bukittinggi berganti nama dari Taddsgemente Fort de Kock menjadi
Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan
nagari-nagari Sianok, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba dan Bukit
Batabuah yang sekarang kesemuanya itu kini berada dalam daerah Kabupaten
Agam, di Kota ini pulalah bala tentara Jepang mendirikan pemancar radio
terbesar untuk pulau Sumatera dalam rangka mengibarkan semangat rakyat
untuk menunjang kepentingan perang Asia Timur Raya versi Jepang.[1]
Pada masa perjuangan kemerdekaan RI, Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan. Dari bulan Desember 1948 sampai dengan bulan Juni 1949, Bukittinggi ditunjuk sebagai ibukota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ), setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Selanjutnya Bukittinggi pernah menjadi ibukota propinsi Sumatera dengan gubernurnya Mr. Tengku Muhammad Hasan.
Kemudian dalam PP Pengganti undang-undang No. 4 tahun 1959, Bukittinggi
ditetapkan sebagai ibukota Sumatera Tengah yang meliputi
keresidenan-keresidenan Sumatera Barat, Jambi dan Riau yang sekarang
masing-masing keresidenan itu telah menjadi provinsi sendiri
Bukittinggi
dalam kehidupan ketatanegaraan semenjak zaman penjajahan Belanda, zaman
penjajahan Jepang serta zaman kemerdekaan dengan berbagai variasinya
tetap merupakan pusat Pemerintahan Sumatera bahagian Tengah maupun
Sumatera secara keseluruhan, bahkan Bukittinggi pernah berperan sebagai
Pusat Pemerintahan Republik Indonesia setela Yogyajarta diduduki Belanda
dari bulan Desember 1948 sampai dengan bulan Juni 1949.
Semasa
pemerintahan Belanda dahulu, Bukittinggi oleh Belanda selalu
ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan, dari apa yang
dinamakanGemetelyk Resort berdasarkan Stbl tahun 1828. Belanda telah
mendirikan kubu pertahanannya tahun 1825, yang sampai sekarang kubu
pertahanan tersebut masih dikenal dengan Benteng " Fort De Kock ". Kota ini telah digunakan juga oleh Belanda sebagai tempat peristirahatan opsir-opsir yang berada di wilayah jajahannya di timur ini.
Oleh
pemerintah Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian
Pemerintah militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura
dan Thailand
karena disini berkedudukan komandan Milioter ke 25. Pada masa ini
Bukittinggi berganti nama dari Taddsgemente Fort de Kock menjadi
Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan
nagari-nagari Sianok, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu taba dan Bukit
Batabuah yang sekarang kesemuanya itu kini berada dalam daerah Kabupaten
Agam, di Kota ini pulalah Pemerintah bala tebtara Jepang mendirikan
pemancar Radio terbesar untuk pulau Sumatera dalam rangka mengibarkan
semangat rakyat untuk menunjang kepentingan peramg Asia Timur Raya versi
Jepang.
Pada zaman perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia Bukitinggi berperan sebagai kota
perjuangan. Dari bulan Desember 1948 sampai dengan bulan Juni 1949
ditunjuk sebagai Ibu Kota Pemerintahan darurat Republik Indonesia ( PDRI
), setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.
Selanjutnya
Bukittinggi pernah menjadi Ibukota Propinsi Sumatera dengan
Gubernurnya Mr. Tengku Muhammad Hasan. Kemudian dalam peraturan
Pemerintah Pengganti undang-undang No. 4 tahun 1959 Bukittinggi
ditetapkan sebagai Ibu Kota Sumatera Tengah yang meliputi
keresidenan-keresidenan Sumatera Barat, Jambi dan Riau yang sekarang
masing-masing Keresidenan itu telah menjadi Propinsi-propinsi sendiri.
Setelah
keresidenan Sumatera Barat dikembangkan menjadi Propinsi Sumatera
Barat, maka Bukittinggi ditunjuk sebagai Ibu Kota Propinsinya,. semenjak
tahun 1958 secara defacto Ibukota Propinsi telah pindah ke Padangnamun
secara deyuire barulah tahun 1978 Bukittinggi tidak lagi menjadi Ibukota
Propinsi Sumatera Barat, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 29
tahun 1979 yang memindahkan Ibukota Propinsi Sumatera Barat ke Padang.
Sekarang ini Bukittinggi berstatus sebagai kota madya Daerah Tingkat II sesuai dengan undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok Pemerintah di Daerah yang telah disempurnakan dengan UU NO. 22/99menjadi Kota Bukittinggi.secara ringkas perkembangan Kota Bukittinggi dapat diloihat sebagai berikut :
A. Pada Masa Penjajahan Belanda
Semula
sebagaiGeemente Fort De Kock dan kemudian menjadi Staadgemente Fort De
Kock, sebagaimana diatur dalam Staadblad No. 358 tahun 1938 yang luas
wilayahnya sama dengan wilayah Kota Bukittinggi sekarang.
B. Pada Masa Penjajahan Jepang
Pada
masa ini Bukittinggi bernama Shi Yaku Sho yang wilayahnya lebih luas
dari Kota Bukittingggi sekarang ditambah dengan nagari-nagari Sianok,
Gadit, Ampang Gadang, BAtu taba dan Bukit Batabuah.
C. Pada Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang
- Pada masa permulaan proklamasi, luas wilayah Bukittinggi sama seperti sekarang ini dengan Waliktanya yang pertama yaitu Bermawi Sutan Rajo Ameh.
- Kota Bukittinggi dengan ketetapan Gubernur Propinsi Sumatera No. 391 tanggal 9 Juni 1947 tentang pembentukan Kota Bukittinggi sebagai Kota yang berhak mengatur dirinya sendiri.
- Kota Besar Bukittinggi sebagaimana yang diatur Undang-undang No. 9 tahun 1956 tentang Pembentukan Otonom Kota Besar Bukittinggi dalam lingkungan Propinsi Sumatera Tengah jo Undang-undang Pokok tentang Pemerintah Daerah No. 22 tahun1960.
- Kotapraja Bukittinggi, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pemerintah Daerah No. 1 tahun 1957 jo. Pen. Prs. No. 6 tahun 1959 jo. Pen. prs. No. 5 tahun 1960.
- Kotamadya Bukittinggi sebagai mana diatur dalam Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah.
Pimpinan
Pemerintah Daerah, baik sebagai pejabat senentara ( Pjs ) atau sebagai
pejabat (Pj), maupun sebagai Walikota Pilihan (KDH) dapat diterakan
sebagai berikut :
- Bermawi Sutan RAjo Ameh
- Iskandar Teja KUsuma
- Jamin Dt. BAgindo
- Aziz Karim
- Enin Karim
- Saadudin Jambek
- Nauman Jamil Dt. Mangkuto Ameh
- MB. Dt. Majo Basa Nan Kuning
- Syahbuddin LAtif Dt. Sibungsu
- Dr. S. Rivai
- Bahar Kamil Marah Sutan
- Anwar Maksum Marah Sutan
- M. Asril, SH
- A. Kamal, SH
- Drs. Masri
- Drs. Oemar Gaffar
- Drs. B. Barhanudin
- Drs. Hasan Basri ( PLT. Walikota )
- Armedi Agus
- Drs. Rusdi Lubis ( PLT Walikota )
- Drs. H. Djufri
- Drs. H. Oktisir Sjovijerli Osir ( PLT. Walikota )
- Drs. H. Djufri ( Sampai sekarang )
Dengan
bermacam ragamnya status maupun fungsi yang diemban Bukittinggi seperti
yang diuraikan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Bukittinggi
memang cukup strategis letaknya dan ditunjang pula oleh hawanya yang
sejuk, karenaterletak di jajaran Bukit Barisan.
Dilihat
dari segi sosial kemasyarakatan, Bukitinggi tidak kurang pula perannya,
baik dalam ukuran regional, Nasiopnal mupun Internasional. Dikota ini
sering diadakan rapat-rapat kerja Pemerintah, Pertemuan-pertemuan
ilmiah, kongres-kongres oleh organisasi kemasyarakatan dan lain
sebagainya.
Kota Bukittinggi saat ini terdiri atas 3 kecamatan dengan 24 kelurahan. Bukittinggi akan mengadakan perubahan batas wilayah, dengan memasukkan sebagian wilayah Kabupaten Agam ke dalam wilayah kota Bukittinggi, sehingga nantinya kota Bukittinggi mempunyai luas 145,299 km2 yang terdiri dari 7 kecamatan dan 58 kelurahan/desa dengan jumlah penduduk 175.452 jiwa.
Sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan realisasinya menunggu turunnya Peraturan Pemerintah tentang perubahan batas wilayah tersebut.
KECAMATAN MANDIANGIN KOTO SELAYAN
Luas wilayah 12.185 Km2 (48,28%, mempunyai penduduk sebanyak 32.157 orang dengan kepadatan rata-rata 930 jiwa per-km2. kecamatan ini terdiri dari 9 Kelurahan yaitu :
- Kelurahan Campago Ipuh
- Kelurahan Campago Guguk Bulek
- Kelurahan Kubu Gulai Bancah
- Kelurahan Puhun Tembok
- Kelurahan Puhun Pintu Kabun
- Kelurahan Manggis
- Kelurahan Pulai Anak Air
- Kelurahan Garegeh
- Kelurahan Koto Salayan
Luas wilayah 6,931 Km2 (27,07%, mempunyai penduduk sebanyak 38.510 orang dengan kepadatan rata-rata 5.638 jiwa per-km2. kecamatan ini terdiri dari 7 Kelurahan yaitu :
- Kelurahan Kayu Kubu
- Kelurahan Pakan Kurai
- Kelurahan Benteng Pasar Atas
- Kelurahan Bukit Cangang Kayu Ramang
- Kelurahan Aur Tajungkang Tengah Sawah
- Kelurahan Tarok Dipo
- Kelurahan Bukit Apit Puhun
Luas wilayah 9,252 Km2 (24,778%, mempunyai penduduk sebanyak 20.733 orang dengan kepadatan rata-rata 3.316 jiwa per-km2. kecamatan ini terdiri dari 9 Kelurahan yaitu :
- Kelurahan Belakang Balok
- Kelurahan Birugo
- Kelurahan Aur Kuning
- Kelurahan Sapiran
- Kelurahan Kubu Tanjung
- Kelurahan Pakan Labuah
- Kelurahan Ladang Cakiah
- Kelurahan Parit Antang
- Sebelah Utara dengan Kecamatan Tilatang Agam
- Sebelah Selatan dengan Banuhampu Sungai Puar
- Sebelah Barat dengan IV Koto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar